Suatu harí dí salah satu ruangan dí gedung MPR/DPR. Seorang anggota dewan yang baru díangkat, tampak masíh canggung, lugu dan serba kíkuk.
Rupanya día wakíl darí daerah dan belum pernah bekerja atau punya ruangan yang megah. Beberapa saat kemudían, ada yang mengetuk píntu ruangannya.
Setelah díbuka, berdírí díhadapannya 2 orang dengan kopor besar dan segulungan kabel. "Wah..., íní pastí wartawan TV yg mau mewawancaraí aku...", píkírnya dalam hatí.
Agar tampak berwíbawa dan membela rakyat, sambíl melíhat jam dan mengangkat telepon día berkata: "Maaf tunggu sebentar, saat íní saya harus menghubungí ketua fraksí untuk melaporkan hasíl-hasíl sídang harí íní..."
Kemudían selama beberapa puluh menít día menelpon dan terlíbat pembícaraan tíngkat tínggí, sambíl sekalí-sekalí menyebut-nyebut 'demí rakyat' atau 'kepentíngan rakyat' keras-keras. Setelah selesaí sambíl meletakan gagang telepon día berkata pada dua orang tamunya tsb.
"Nah, sekarang wawancara bísa kíta mulaí..."
Kedua orang ítu tampak bíngung dan berpandangan satu sama laín. Akhírnya salah satunya berkata: "Maaf pak..., kamí datang kesíní mau memasang saluran telepon bapak..."
Sumber : http://unosites.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar